Ruang Gagasan
Budaya Positif (Koneksi antar materi modul 1.4)
Jakarta 17 Oktober 2023
Kesimpulan Penerapan Budaya Positif Modul 1.4 Pendidikan Guru Penggerak.
Peran saya dalam menciptakan budaya positif di sekolah dimulai dengan menjalani proses pemahaman diri yang mendalam. Hanya dengan memahami diri sendiri, saya bisa menjadi teladan bagi rekan-rekan sejawat. Saya percaya bahwa pendekatan ini adalah langkah awal yang penting dalam menciptakan perubahan yang positif di lingkungan sekolah.
Setelah memahami diri sendiri, langkah berikutnya adalah berbagi pemahaman ini dengan rekan-rekan sejawat mengenai berbagai konsep yang mendorong budaya positif. Ini termasuk keyakinan kelas, lima posisi kontrol, dan konsep segitiga restitusi. Saya memilih untuk menggunakan metode persuasif, yang melibatkan interaksi tatap muka dengan rekan-rekan, untuk menyebarkan gagasan ini. Melalui dialog dan diskusi, kita dapat bersama-sama merumuskan cara terbaik untuk menerapkan konsep-konsep ini dalam praktik sehari-hari di sekolah.
Harapannya, pendekatan ini akan memberikan dorongan bagi praktik disiplin positif yang dimulai dari individu dan menyebar ke rekan-rekan sejawat. Dengan kerja sama yang kuat, kita dapat membentuk budaya positif yang tumbuh dari dalam diri setiap anggota komunitas sekolah. Dengan demikian, kami berharap dapat membentuk karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, menciptakan lingkungan sekolah yang mempromosikan kerja sama, penghargaan, dan tanggung jawab, serta mendukung pertumbuhan positif setiap siswa.
Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.1
Filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara sangat erat kaitannya dengan pemahaman tentang budaya positif. Dalam konsepnya, Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa pendidikan harus membimbing anak-anak sesuai dengan sifat dan potensi alaminya. Untuk mewujudkan hal ini, sangat penting menciptakan lingkungan pendidikan yang mempraktikkan budaya positif.
Ki Hadjar Dewantara menganggap bahwa setiap anak memiliki kodrat atau sifat bawaan yang unik. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan akumulasi pengetahuan, tetapi juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan karakter dan potensi pribadi setiap anak. Pendekatan ini memerlukan lingkungan pendidikan yang mendorong budaya positif.
Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, budaya positif mencakup nilai-nilai seperti rasa hormat, kerjasama, kesederhanaan, dan keadilan. Ini adalah nilai-nilai yang harus diintegrasikan dalam seluruh aspek pendidikan, baik di dalam maupun di luar kelas. Hanya dengan menciptakan lingkungan pendidikan yang menganut budaya positif ini, kita dapat memastikan bahwa anak-anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat mereka, mencapai potensi tertinggi mereka, dan menjadi individu yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.2
Peran dan nilai guru sebagai penggerak pemahaman tentang budaya positif adalah unsur yang sangat vital dalam proses pendidikan. Guru memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk budaya positif di lingkungan pembelajaran. Mereka harus secara konsisten mengimplementasikan prinsip-prinsip budaya positif untuk menjalankan peran dan nilai-nilai yang menjadi ciri khas mereka.
Guru bukan hanya pengajar, tetapi juga figur yang membimbing, memberikan inspirasi, dan menjadi panutan bagi para siswa. Dalam konteks budaya positif, guru perlu menjadi contoh yang hidup dari nilai-nilai seperti kerja sama, keadilan, disiplin, dan penghargaan. Mereka harus berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang aman, inklusif, dan memotivasi siswa untuk tumbuh dan berkembang secara positif.
Selain itu, guru sebagai penggerak pemahaman tentang budaya positif juga berperan dalam menginspirasi siswa untuk menjalankan nilai-nilai ini dalam kehidupan sehari-hari. Mereka harus menjelaskan makna dan pentingnya budaya positif, serta membantu siswa menerapkannya dalam interaksi sosial dan tindakan sehari-hari mereka.
Dengan melakukan ini, guru tidak hanya membantu siswa memahami budaya positif, tetapi juga membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk menginternalisasi nilai-nilai ini. Dengan demikian, guru berperan penting dalam membentuk karakter siswa dan mendorong perkembangan positif mereka, yang pada akhirnya akan membawa manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Keterkaitan Budaya Positif dengan Materi Modul 1.3
Visi seorang guru penggerak memerlukan integrasi budaya positif sebagai fondasinya. Untuk mencapai visi yang luar biasa, guru harus mampu merasionalisasikan dan menghidupkan budaya positif dalam setiap tindakan mereka. Hanya dengan demikian, visi tersebut dapat menjadi lebih dari sekadar impian; itu bisa menjadi realitas yang diterapkan dalam konteks pembelajaran.
Seorang guru penggerak memiliki tujuan besar yang ingin dicapai dalam pendidikan, dan ini seringkali melibatkan perubahan yang signifikan dalam proses pembelajaran dan pertumbuhan siswa. Untuk mewujudkan visi ini, guru harus menjadi pionir dalam menerapkan budaya positif sebagai fondasi. Mereka harus memastikan bahwa budaya ini meresap dalam setiap aspek pembelajaran dan interaksi di kelas, sehingga visi tersebut dapat diwujudkan dengan lebih mudah.
Dengan budaya positif yang terintegrasi dalam tindakan sehari-hari, guru dapat memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, mendorong kolaborasi, dan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan positif. Dengan demikian, visi seorang guru penggerak dapat menjadi lebih nyata dan tercapai, membantu siswa mencapai potensi terbaik mereka dalam lingkungan pembelajaran yang positif.
Refleksi :
Disiplin Positif
Disiplin positif adalah pendekatan dalam mendidik anak yang berfokus pada pembelajaran, pengembangan keterampilan sosial dan emosional, serta pengendalian diri. Ini melibatkan penggunaan penghargaan, penguatan positif, dan komunikasi efektif untuk membimbing perilaku anak sesuai dengan nilai-nilai moral dan etika. Tujuannya adalah membangun hubungan positif, mengajarkan cara mengatasi konflik dengan sehat, dan membentuk karakter yang baik.
Teori Kontrol
Secara mendasar, kontrol atas diri seseorang terletak pada dirinya sendiri. Apakah seseorang melakukan suatu tindakan atau tidak, bergantung pada motivasi dan pemenuhan kebutuhan dasar individu, yang berbeda-beda untuk setiap orang
Teori Motivasi
Setiap tindakan manusia memiliki alasan di baliknya, yang bisa datang dari luar atau dalam diri. Motivasi luar mendorong orang untuk menghindari hukuman atau mencari hadiah, sedangkan motivasi dalam mendorong mereka untuk mencapai citra diri yang diinginkan dan mematuhi nilai-nilai yang diyakini.
Disiplin positif bertujuan untuk mendorong motivasi dalam ini. Dengan begitu, individu menjadi lebih sadar terhadap nilai-nilai dan keyakinan pribadi mereka, dan tidak hanya berperilaku baik karena takut akan hukuman atau mencari hadiah.
Hukuman dan Penghargaan
Hukuman dan penghargaan punya tujuan yang sama, tapi cara berbeda. Hukuman mengontrol perilaku dengan cara negatif dan seringkali membuat seseorang merasa gagal. Penghargaan, di sisi lain, mengontrol perilaku dengan cara positif melalui hadiah atau pengakuan. Tapi, perlu diingat bahwa baik hukuman maupun penghargaan bisa mengurangi motivasi alami seseorang dalam jangka panjang dan membuat mereka terlalu tergantung.
Lima Posisi Kontrol
Penghukum
Pembuat Merasa Bersalah
Teman
Pemantau
Manajer
Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang penting. Jika seorang murid berperilaku buruk atau melanggar nilai-nilai, itu mungkin karena salah satu dari 5 kebutuhan dasar mereka tidak terpenuhi:
1) Kebutuhan untuk hidup.
2) Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima.
3) Kebutuhan untuk memiliki kontrol atas hidupnya.
4) Kebutuhan untuk kesenangan dan kegembiraan.
5) Kebutuhan untuk merasa berdaya atau memiliki pengaruh.
Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas adalah apa yang dipercayai bersama oleh siswa dalam kelas tentang kemampuan mereka dan ekspektasi terhadap diri mereka dan teman-teman. Keyakinan ini memengaruhi cara siswa bertindak, seberapa termotivasi mereka, dan pencapaian akademik mereka. Membangun keyakinan kelas yang positif melibatkan pengakuan, penguatan positif, dan menciptakan lingkungan yang mendukung agar siswa merasa percaya diri dan termotivasi.
Segitiga Restitusi
Restitusi adalah cara membantu murid memperbaiki kesalahan mereka dan kembali menjadi bagian dari kelompok dengan karakter yang lebih baik. Dalam proses ini, ada tiga langkah yang saling terkait, yang disebut segitiga restitusi. Tujuannya adalah membimbing murid untuk bersikap positif dengan motivasi dari dalam diri mereka sendiri. Langkah-langkahnya adalah:
1) Menstabilkan identitas: Membantu murid merasa aman dan diterima.
2) Validasi tindakan yang salah: Menerima dan memahami kesalahan yang dilakukan murid.
3) Menanyakan keyakinan: Membantu murid merenungkan dan mengubah keyakinan yang mendasari perilaku buruk mereka.
Hal menarik dari Pemahaman Materi diatas adalah:
Hukuman dan Penghargaan
Pada awalnya, saya yakin bahwa hukuman adalah sesuatu yang harus dihindari karena bisa merusak motivasi murid. Sebaliknya, saya berpikir memberikan penghargaan adalah cara yang efektif untuk memotivasi murid, sebagai bentuk penghargaan atas perilaku positif mereka. Namun, setelah menjalani modul 1.4, saya menyadari bahwa baik hukuman maupun penghargaan sebenarnya bisa merusak motivasi batin murid. Dalam jangka panjang, penghargaan pun bisa membuat murid terlalu bergantung pada pengakuan dari luar.
Keyakinan Kelas dan Peraturan Kelas
Pada awalnya, saya sangat mengutamakan peraturan. Saya melihat sistem peraturan kelas sebagai alat yang efektif untuk mengendalikan perilaku murid dan mendorong mereka menuju disiplin positif yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Namun, setelah mempelajari modul 1.4, pemahaman saya berubah. Saya menyadari bahwa peraturan sebenarnya tidak begitu efektif dalam menciptakan budaya positif. Alasannya adalah peraturan hanya bergantung pada motivasi eksternal, yang akhirnya membuat murid tergantung pada aturan tertentu. Sebaliknya, keyakinan kelas berakar dari motivasi internal. Oleh karena itu, apakah ada peraturan atau tidak, murid akan tetap mempraktikkan disiplin positif berdasarkan keyakinan mereka sendiri.
Segitiga Restitusi
Salah satu momen yang paling menginspirasi adalah ketika seorang guru, dalam tahap menstabilkan identitas, mengatakan kepada murid, "Kesalahan adalah hal yang biasa, dan setiap orang pasti pernah salah." Dengan kata-kata ini, guru bisa membantu murid merubah pandangan tentang diri mereka dari orang yang sering salah menjadi seseorang yang bisa berhasil. Sebelumnya, saya sering menilai murid dengan melihat tindakan mereka dari berbagai sudut pandang.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Perubahan paradigma tentang Hukuman dan Penghargaan
Awalnya, saya pikir memberikan penghargaan adalah cara bagus untuk membangun budaya positif. Tapi sekarang saya tahu bahwa hal pertama yang perlu kita lakukan adalah menciptakan motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri, yang akan membentuk keyakinan positif di seluruh kelas atau sekolah.
Perubahan Teori Kontrol
Dulu, saya berpikir guru memiliki kemampuan untuk mengontrol murid dengan kekuatan dan usahanya. Namun, setelah mempelajari modul 1.4, saya menyadari bahwa keyakinan ini adalah ilusi semata. Yang sebenarnya mengendalikan perilaku murid adalah murid sendiri. Meskipun guru mungkin terlihat sebagai pengendali, tetapi pada kenyataannya, muridlah yang memutuskan apakah mereka akan mematuhi aturan atau tidak. Oleh karena itu, motivasi intrinsik murid sangat penting untuk membentuk keyakinan di kelas, sehingga mereka dapat bertindak sesuai dengan dorongan internal mereka.
Perubahan Segitiga Restitusi
Pada awalnya, saya menangani perilaku menyimpang dengan campur tangan dan mengkritisasi kesalahan murid dari berbagai sudut pandang. Namun, kini saya mengubah pendekatan saya dengan fokus pada memperkuat identitas individu yang menghadapi kesulitan, sehingga mereka dapat meraih kesuksesan.
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Dalam pengalaman saya dalam menerapkan konsep-konsep inti dari modul budaya positif, baik di kelas maupun di sekolah, saya telah menggunakan segitiga restitusi dengan peran sebagai manajer. Namun, saya juga menghadapi hambatan dan tantangan saat berinteraksi dengan beberapa guru yang masih meyakini bahwa mengendalikan murid melalui hukuman adalah metode yang paling efektif dalam menjaga disiplin.
Karena itu, saya merasa perlu mengadopsi pendekatan persuasif dalam diskusi agar kita semua dapat membangun pemahaman bersama tentang konsep disiplin positif dan budaya positif. Tujuan saya adalah untuk mengatasi ketidaksetujuan tersebut dan membantu sesama guru memahami manfaat dari pendekatan yang lebih positif dalam mendidik dan membentuk budaya positif di sekolah.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Dalam situasi seperti itu, saya merasa bertanggung jawab untuk mengedukasi tentang budaya positif, baik di dalam kelas maupun di seluruh sekolah. Terutama, saya ingin mengubah pandangan yang mengutamakan pengendalian melalui hukuman dengan menekankan penggunaan segitiga restitusi untuk menangani perilaku menyimpang pada murid.
Saya merasa penting untuk memberitahu seluruh anggota sekolah bahwa setiap murid memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Dengan memenuhi kebutuhan tersebut, kita dapat mengurangi perilaku menyimpang. Oleh karena itu, menerapkan segitiga restitusi yang memperkuat identitas murid hingga mencapai keyakinan positif adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan mereka terkait perilaku menyimpang.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Saya telah mengambil tindakan positif dengan mengenforcemen peraturan yang ada. Sekarang, yang perlu saya lakukan adalah mengubah peraturan-peraturan tersebut menjadi keyakinan yang tercermin dalam tindakan dan sikap kami, baik di kelas maupun di seluruh sekolah.
Sementara itu, area yang perlu diperbaiki adalah perubahan pola pikir saya. Saya perlu mengubah pandangan diri saya dari peran sebagai penegak hukum dan pemberi penghargaan menjadi peran manajerial yang memungkinkan saya menjadi seorang guru yang lebih efektif dalam membantu murid.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum saya mempelajari Modul 1.4, saya sering berperan sebagai guru yang juga bertindak sebagai teman sekaligus pengawas. Namun, saya merasa kurang puas karena siswa kadang-kadang masih mengulangi perilaku masalah yang sama. Setelah memahami modul ini, saya berencana untuk mengadopsi peran sebagai seorang manajer. Perbedaannya adalah dalam peran manajer, siswa diberikan lebih banyak kesempatan untuk menyadari masalah yang mereka hadapi dan diberikan ruang untuk menemukan solusi sendiri terhadap masalah tersebut.
Sebelum saya mempelajari modul ini, saya sebenarnya sudah mencoba mengimplementasikan konsep segitiga restitusi, meskipun dengan cara yang berbeda. Namun, pendekatan yang saya gunakan kurang terstruktur dan tidak memiliki tujuan serta indikator yang jelas. Akibatnya, tindakan saya tidak memiliki arah dan tujuan yang konkret. Apa yang saya lakukan tidak didasarkan pada keyakinan kelas dan tidak memotivasi murid secara dalam. Motivasi saya hanya terbatas pada menjaga kedisiplinan murid dan memastikan mereka tidak melanggar aturan, tanpa memperhatikan motivasi intrinsik mereka.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Suatu tindakan yang sangat penting adalah berkolaborasi dengan semua pihak untuk mendukung dan membangun budaya positif. Kolaborasi ini bisa dicapai melalui komunikasi yang intensif dengan kepala sekolah, rekan-rekan sejawat, orang tua siswa, dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuannya adalah mencapai pemahaman bersama di antara semua anggota sekolah, sehingga visi dan misi yang sama dapat dibentuk dalam rangka menciptakan budaya positif.
School of 21 Century
SMP Islam At Taubah
Smart Classroom
Blended Learning
Social Media
Follow Us on Social Media